![]() |
| www.google.co.id |
Pendapat Aktivis Dakwah,
Menjadi aktivis Dakwah itu enak. Bisa selalu sibuk, semua kegiatannya merupakan hal-hal yang diridhai ALLAH SWT, banyak teman bahkan banyak saudara yang siap saling membantu dalam Kebaikan dan Taqwa.
Menurut Pandangan Si A, menjadi aktivis itu Melelahkan. Mengurus
kuliah saja sudah menguras waktu dan tenaga, bagaimana pula jika
ditambah mengurusi dakwah yang kegiatannya 24 jam sehari, tujuh hari
sepekan?
Aktivis Dakwah menjawab:
Cinta membuat semua kesibukan itu terasa
mengasyikkan. Tanpa cinta, upaya yang menghabiskan waktu dan tenaga
memang terasa melelahkan. Dengan cinta, segala keletihan berubah
menjadi keasyikan. Semakin keras berupaya, semakin asyik rasanya.
Seperti naik roller coaster atau arung jeram, semakin menantang semakin
diminati.
Menurut Pandangan Si B juga, tidak setuju dengan pendapat Aktivis
Dakwah. Menurutnya, cinta itu mudah datang dan pergi. Kadang kita aktif
dengan penuh semangat dan cinta, kemudian esoknya menjadi sangat malas
dan bosan.
Aktivis Dakwah menjawab lagi:
Itu namanya bukan cinta tetapi Mood. Orang yang
mud-mudan (moody) memang cepat berubah-ubah. Seperti bandul pendulum.
Kadang mengayun ke kanan menjadi sangat rajin berdakwah. Sebentar
kemudian minatnya menurun, sampai ke sudut kiri, terjerumus dalam
dosa-dosa. Kemudian menyesal, kembali aktif, kemudian bosan, kembali
malas dan seterusnya.
Obat bagi orang yang moody adalah disiplin dalam arti ‘Memaksakan Diri’. Jangan ikuti kemalasan. Lawan kemalasan itu, kalau perlu bunuh dan gali kuburan buatnya dalam-dalam. Lalu paksakan diri untuk kembali aktif.
Kata Si C, tidak bisa menikmati dakwah kalau caranya harus dengan memaksa diri begitu.
Aktivis Dakwah jawab,
Orang-orang yang sedang ber-mood negatif memang harus
mengabaikan aspek kenikmatan atau keasyikan pada awal aktifitasnya.
Cukup menyadari bahwa dakwah ini adalah wajib, lalu paksakan diri.
Sebentar kemudian, insya Allah, rasa malas itu akan hilang; bisa jadi
karena menyaksikan sahabat yang berjuang keras, atau memandang wajah
ceria anak-anak yatim yang menerima santunan, atau ketika pengurus
masjid mengucapkan terima kasih sambil mendoakan kebaikan dengan tulus.
Paksakan diri untuk langkah pertama, insya Allah langkah-langkah
berikutnya menjadi nikmat dengan ridhaNya. Percaya dan coba sajalah.
In ahsantum, ahsantum lianfusikum, jika kamu berbuat baik, maka sebenarnya kamu sedang berbuat baik untuk dirimu sendiri… (QS Al Isra’: 7)
”Ada masanya kita kecewa dengan dakwah. Meski sebenarnya kita sangat
mencintai dakwah, beberapa hal terasa sangat mengecewakan. Misalnya
ketika dakwah tampak dikemudikan menuju arah yang keliru.”
Aktivis Dakwah katakan,
Munculnya kekecewaan setelah cinta yang menggelora merupakan
saat-saat ujian komitmen, Ujian kesetiaan. Banyak orang diberi karunia
sehingga bisa jatuh cinta kepada dakwah, tetapi tidak sanggup
mempertahankan cintanya ketika kekecewaan atau kecemburuan datang.
Aktif berdakwah ketika sedang jatuh cinta adalah wajar, tetap aktif
meski sedang dilanda kekecewaan dan kemarahan barulah pertanda kesetiaan
yang tinggi. Inilah komitmen, dan inilah yang insya Allah bisa menjaga
ke-istiqamah-an. ALLAH SWT sangat memuji kesetiaan sehingga berfirman:
“Sesungguhnya orang yang berjanji setia kepadamu adalah orang-orang yang berjanji setia kepada Allah, Tangan Allah berada di atas tangan mereka.” (QS Al Fath :10)
Aktivis Dakwah tambahkan lagi,
Kekecewaan yang menimpa para pecinta dakwah bisa juga disebabkan
oleh tuntutan perfeksionis dari sang aktivis. Maunya serba sempurna, ya
sempurna ajarannya, ya sempurna jalannya, sempurna juga semua
penyeru/aktivisnya. Ketika ia mendapati beberapa aktivis ternyata tidak
sempurna, menjadi kecewalah hatinya lalu ia mengundurkan diri dari
harum semerbaknya jalan dakwah. Perfeksionisme sendiri bisa diibaratkan
pedang bermata dua. Satu sisinya merupakan pelecut motivasi membakar
semangat untuk berdakwah habis-habisan, sisi lainnya merupakan kritikus
sadis yang dengan pedas mengatakan bahwa tanpa kesempurnaan, seluruh
rangkaian dakwah hanyalah kekonyolan yang sia-sia saja.
Si E bertanya, “Bagaimana cara agar kita tidak menjadi aktivis
romantis yang hanya aktif ketika sedang mood? Bagaimana supaya kita
tetap berkomitmen sepanjang hayat dan tidak mudah berhenti ketika
kecewa?”
Aktivis Dakwah katakan,
Dakwah adalah kesatuan kata dan perbuatan. Kita tidak bisa memilih
salah satu dari kedua hal tersebut. Jika seseorang hanya aktif dalam
dakwah perkataan, sebentar kemudian ia akan merasa bahwa dirinya tidak
lebih dari penjual obat di pinggir jalan. Sebaliknya jika seseorang
hanya beramal tanpa mau mengajak dengan lisannya, lama-lama ia merasa
jenuh seolah dirinya telah berbuat melebihi para ustadz yang `hanya’
berteriak-teriak saja. Ia merasa telah cukup melakukan amal-amalnya,
tidak merasa dituntut untuk meningkatkannya lebih baik lagi. Tidak
jarang kemudian mereka bermalas-malasan dengan alasan: kan saya bukan
ustadz. Para ustadz tuh yang harus selalu tampil baik agar tidak
mengecewakan umat…. sedangkan saya kan orang biasa. Hanya dengan
menyatukan aktifitas dalam kata dan perbuatan insya Allah komitmen
selalu terjaga.
Si F menyangkal. Menurutnya, sekarang banyak aktivis yang meski giat
berkata dan berbuat ternyata tidak tahan ketika dunia menghampirinya.
Biasanya setelah menduduki sebuah kursi jabatan atau berhasil menjadi
pengusaha sukses, sang aktivis menjelma menjadi penghamba dunia yang
hobinya pamer mobil bagus, gadget mahal, rumah gedongan, dan berburu
atribut-atribut duniawi lainnya.
Aktivis Dakwah balik bertanya,
Mengapa SI F menjadikan pencapaian duniawi sebagai tolok ukur
menurunnya komitmen dakwah seseorang? Seharusnya kita melihat kinerja,
bukan sekedar penampilan duniawi. Tidak ada salahnya seorang da’i yang
dulu pengguna angkutan umum sekarang kemana-mana naik unta merah
metalik, apalagi jika hal itu membuatnya lebih produktif. Tidak mengapa
seorang ustadz membawa-bawa gadget keren, jika gadget tersebut membuat
jadwal dan presentasi dakwahnya semakin sistematis dan berkah.
Merupakan kebaikan jika aktivis memiliki rumah besar sehingga acara
recruitment tidak perlu menyewa vila di luar kota yang jauh, melelahkan
dan sulit dijangkau.
Si G ikut urun rembug. Ia berkata bahwa dakwah pada masa sekarang
terasa kurang menyentuh hati. Rasanya kering dan gersang. Kalau dulu
liqa’ di hamparan karpet hijau sederhana dengan air putih dan roti
kering atau penganan sekedarnya terasa bagai siraman air surga,
sekarang pertemuan di rumah mewah dengan sajian enak-enak dan
presentasi canggih hanya terasa formal dan hambar mirip meeting kantor
atau arisan sebuah perkumpulan.
Aktivis Dakwah jawab,,
Seharusnya kita memiliki komitmen yang dinamis. Dakwah memiliki
masa-masa yang berbeda, ada masanya penuh ujian yang berat, ada pula
masanya dakwah ini dibanjiri ghanimah melimpah dari segala arah. Yang
penting tetap dalam komitmen kepada Allah, tetaplah menjadikan dunia
itu sebagai sarana di tangan, jangan sampai ia merasuk ke dalam hati.
Bukankah para Rasul juga berbeda-beda? Ada Nuh `alaihis salaam
yang sedikit pengikut, ada Sulaiman `alaihis salaam yang menjadi raja
segala makhluk, ada Isa Al Masih `alaihis salaam yang seumur hidup
dikejar-kejar dan ada pula Muhammad shalallahu `alaihi wa sallam yang
sukses gemilang tetapi tetap mengencangkan sabuknya karena lapar.
Komitmen yang statis hanya cocok untuk satu corak ujian saja, komitmen
yang dinamis bisa mengatasi ujian dalam semua coraknya.
Si H yang semula diam menyimak rupanya tertarik untuk nimbrung.
“Dimana kita bisa bertemu dengan aktivis sesuai gambaran tadi? Penuh
cinta, tidak mud-mudan, selalu berkomitmen dan bisa dinamis mengikuti
naik-turunnya dakwah di panggung kehidupan?”
Aktivis Dakwah tertegun sejenak, kemudian menjawab pelan.
Di luar sana ada beberapa tokoh yang bisa kita sebut, tetapi kita tidak perlu menyebut mereka satu persatu. Seharusnya kita menghadapkan telunjuk kepada diri kita sendiri. Meski kita adalah orang baru dalam dakwah ini, meski kita baru belajar membaca dan menulis sambil belajar menyampaikan dakwah semampunya, tetapi insya Allah inilah calon-calon aktivis dengan berbagai kriteria tersebut,
Amin Ya Rabbal'alamin ...
Insya Allah!! Bismillaahirrahmanirrahim.. ^_^

Tidak ada komentar:
Posting Komentar